Senin, 22 April 2013

Mens sana in corporisano. Benarkah adanya?


           Sering kita mendengar istilah latin yang cukup terkenal “mens sana in corporisano”, yang artinya "healthy mind in healthy body"/ “didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Istilah ini sering kita dengar di acara motivasi, acara kesehatan ataupun saat para guru yang menasehati murid-muridnya agar lebih rajin olahraga dan menjaga kesehatannya. Akan tetapi sering timbul pertanyaan, apakah benar istilah itu? Apakah ada korelasi antara fisik dan kejiwaan? Ataukah istilah itu hanya slogan yang dibuat untuk memotivasi orang-orang agar berperilaku lebih sehat?
           Saya telah membaca beberapa tulisan di blog pribadi ataupun opini lepas yang menyatakan bahwa kesehatan fisik itu tidak ada hubungan sama sekali dengan kesehatan jiwa.Bahwa para atlit yang mempunyai fisik kuat dan prima saja masih sering berkelahi dan tempramen yang buruk. Bahwa para pebisnis yang mempunyai waktu yang tidak memungkinkan untuk berolahraga dan lebih memperbanyak meditasi mempunyai jiwa lebih sehat dan tenang dalam mengambil keputusan bisnisnya. Atau juga para pemuka agama dan spiritualis, meskipun dapat dikatakan jarang berolahraga akan tetapi jiwa mereka bersih dan kuat.
           Logika yang demikian ini memang benar adanya, bahwa tidak serta merta seseorang yang mempunyai badan sehat selalu mempunyai jiwa yang kuat. Namun demikian nampaknya kita perlu menelaah mengenai arti ”mens sana in corporisano” secara lebih dalam.
           Saya memiliki beberapa opini yang menunjukkan bahwa memang ada hubungan antara kesehatan fisik dan kesehatan jiwa. Namun demikian yang maksud hubungan tidak selalu bermakna “sebab-akibat”, meskipun pada beberapa dan banyak kasus menunjukkan bahwa ada hubungan “sebab-akibat” yang kuat antara kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.


Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa

          Mudah saja kita mengambil contoh, bahwa kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Jika kita pernah merasakan sakit gigi apa yang terjadi dengan perilaku kita? Apakah ada yang berubah? Ya benar..! perilaku kita akan sedikit berubah ketika tubuh kita mengalami sakit atau nyeri. Mungkin ada yang berperilaku diam saja dikamar, mungkin ada yang berperilaku tidak banyak bicara atau bahkan ada yang berperilaku marah-marah dan mengeluh.
Contoh sederhana ini dapat kita ambil untuk menggambarkan bahwa kesehatan fisik itu ternyata mampu mempengaruhi kondisi psikologis kita. Suasana hati kita dapat terganggu, lalu selanjutnya akan berpengaruh kepada perilaku kita.
 Contoh lain yang lebih kompleks adalah pada penderita kerusakan mental organik (epilepsi), trauma otak (gegar otak), dan orang yang pecandu narkoba. Pada contoh kasus tersebut memang pada awalnya mereka mempunyai jiwa yang sehat, akan tetapi setelah itu terjadi kerusakan terhadap otak mereka sehingga merubah pula kesadaran, pola pikir dan perilaku mereka. Dalam hal ini dapat memperkuat asumsi bahwa kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa.


Kesehatan jiwa dapat mempengaruhi kesehatan fisik

           Untuk memberi contoh kasus pendapat ini saya menjadi teringat pada masa sekolah SMA dulu. Pada waktu itu ayah saya yang selalu mengambil raport per semester di sekolah saya yang merupakan sekolah favorit di kota. Karena saya adalah orang desa dan sangat sulit untuk masuk ke sekolah itu, maka sayapun punya banyak harapan kepada nilai raport saya, agar bisa membuat bangga ayah saya. Akan tetapi, setelah ayah keluar dari balik pintu kelas dan menunjukkan nilai rapport saya yang “me-merah” saya langsung lemas dan shock sekali. Lambung saya seakan diremas-remas, nafas saya pendek-pendek, dan muka saya memerah. Meskipun ayah saya hanya tersenyum dan mengatakan “tidak apa-apa nak”, akan tetapi selama beberapa hari pikiran itu berkecamuk didalam kepala saya. Saya merasa mual selama tiga hari dan lambung saya perih tak karuan. Setelah saya diperiksakan ke dokter, ternyata saya mengalami magh akut.
Contoh lain yang lebih ekstrim cukup banyak yang dapat kita ambil. Seperti pada beberapa gangguan yang telah didaftar kedalam DSM-IV (Diagnostic and statistical of mental disorder) yang memuat beberapa gangguan fisik dengan penyebab dari gangguan psikologis, yaitu gangguan nyeri, gangguan konversi, hipokondria dsb.


Didalam tubuh yang sehat ada jiwa yang kuat

          Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa memang kesehatan fisik dan jiwa saling mempengaruhi satu sama lainnya. Fisik yang kurang sehat dapat mempengaruhi kondisi emosional dan perilaku (kejiwaan) sehingga menjadi menurun atau tidak adaptif. Sebaliknya, kondisi emosional yang menurun atau tertekan dapat mempengaruhi kondisi fisik baik secara akut (dalam bentuk psikosomatis), dalam bentuk kronis (pada beberapa jenis gangguan somatoform) ataupun mewujud dalam bentuk memperparah kondisi fisik atau organ yang lemah (jantung, darah tinggi dll).
          Juga disebutkan pada beberapa jurnal psikologi dan kesehatan, bahwa emosi negative ( seperti marah, benci, sedih, dan kecewa) dapat mempengaruhi imunitas tubuh yang selanjutnya dapat mempermudah penyakit menjangkit kedalam tubuh. Dan juga sebaliknya bahwa emosi positif (optimis, suka cita, bahagia, humor) dapat meningkatkan imunitas tubuh secara signifikan.
          Oleh karena itu jika ada pertanyaan ada pertanyaan apakah “didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, dapat kita jawab dengan jawaban “benar”. Karena orang yang memiliki jiwa yang kuat dapat menciptakan tubuh yang sehat, dan orang yang mempunyai tubuh yang sehat dapat memelihara jiwanya yang kuat.
Selamat menjaga kesehatan dan memperkuat jiwa..!!


                                                                                                    Danang Setyo Budi Baskoro

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Categories

Sample Text

Unordered List

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts