Senin, 22 April 2013

Memaafkan atau hanya melupakan?


Alangkah indahnya jika kita bisa memaafkan semudah kita mengatakan kata “saya maafkan Anda”.

Kata maaf mungkin dapat kita ucapkan dengan tidak terlalu sulit untuk seseorang yang telah menyakiti kita, menghianati atau bahkan mencabik-cabik kepercayaan kita terhadapnya.

Kata maaf bisa saja kita ucapkan atas dasar desakan dari pihak lain, seperti ketika kita dipaksa untuk memaafkan, atau bahkan dipaksa untuk meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya kita merasa itu merupakan kesalahan orang lain.
Kita bisa saja mengucapkan kata maaf, tapi apakah hati kita benar-benar memaafkan?! Atau perasaan kita bisa tiba-tiba baik?!

Saya teringat kata-kata yang pernah saya dengar dari seseorang yaitu :

“Lupakan yang tak bisa kamu maafkan, dan maafkan yang tidak bisa kamu lupakan.”


Saya sempat terpaku oleh rangkaian kalimat itu, dan mencoba memahami artinya. Lalu intepretasi saya mulai menyentuh pengertian yang kira-kira ada dua sintesa seperti ini :

1.      Ketika kita tidak bisa memaafkan kesalahan yang pernah dilakukan seseorang terhadap kita dimasa lalu, maka ada baiknya kita lupakan saja semuanya agar tidak terkenang rasa sakitnya yang kadang akan hinggap lagi ketika kita mengingat kejadian yang telah terjadi.

2.      Jika kita tidak bisa melupakan sesuatu yang menyakitkan tersebut maka kita harus memaafkannya, karena hal ini mungkin saja menurut penulis dapat meredakan rasa sakit yang kembali hinggap ketika kejadian yang menyesakkan dada itu terkenang kembali.

Jadi saya semakin mengerti bila memahami satu persatu kalimat, dan lalu semakin bingung jika memahami rangkaian dua kalimat itu ketika digabung. Mana yang harus berdiri awal kalimat, melupakan dulu atau memaafkan dulu?!
Dan saya kembali teringat tentang salah satu kata bijak bahwa :

“Memaafkan itu bukanlah sifat tapi adalah suatu hasil dari suatu proses”.

Ketika seseorang memaafkan suatu kejadian menyakitkan yang pernah dialaminya, hal tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba dan begitu saja, akan tetapi melalui proses yang bisa jadi memerlukan suatu pemahaman tertentu.
Proses memaafkan diantaranya adalah, mengerti akibat dari apa yang dilakukannya, mengerti bahwa sikap marahnya tidak ada gunanya dan hanya akan mengurangi kedamaian hatinya saja. Atau ketika kita mengerti bahwa orang yang pernah berbuat salah kepada kita sebenarnya telah tumbuh menjadi pribadi baru yang lebih baik dari masa lalunya, sehingga ketika kita marah dan masih enggan memaafkannya sebenarnya kita melakukan sikap yang salah yang telah kadaluarsa.

Kembali kepermasalahan dua kalimat diatas tadi, pertama yaitu “lupakan yang tidak bisa kamu maafkan”, menurut saya melupakan yang tidak bisa dimaafkan hanya akan menimbulkan suatu penyakit saja, karena itu sama saja memendam bara api dalam sekam, menekan kejengkelan, kesedihan, kesuraman dibawah kesadaran dan menggantinya dengan perasaan yang lebih baik. Banyak contoh penyakit atau gangguan yang terjadi akibat dari pendaman-pendaman perasaan negatif ini, sebut saja depresi atau kemurungan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, ketidakstabilan suasana hati/manic-depressive, dan bahkan penyakit fisik yang hal tersebut berasal dari gangguan psikologis.
Kedua, adalah “ Maafkan yang tidak bisa kamu lupakan”, saya cukup setuju dengan pernyataan ini karena memang dalam keadaan normal kita tidak akan bisa melupakan suatu kejadian yang pernah kita alami dengan total seratus persen. Akan saja ada sisa-sisa kenangan/ memory yang muncul diam-diam atau terkadang membanjiri ingatan kita. Dan bahwa kejadian yang telah kita alami dahulu masih akan tetap tersimpan didalam otak kecil, yang letaknya ada dibelakang bagian kepala kita.

Mungkin saat ini memang ada saja yang belum kita maafkan dari suatu kejadian yang melibatkan seseorang dalam hidup kita, tapi saya rasa itu adalah sebuah perjalanan proses menuju pengertian yang lebih baik, kerana memaafkan bukan berarti “melupakan” atau mengucapkan “iya, saya maafkan” akan tetapi lebih kepada pengertian adanya akibat, resiko dan dampak dari sikap tidak memaafkan kita termasuk juga takut membuat Tuhan marah.

Jadi...memaafkan itu logis sekali...

Dan memang memaafkan itu adalah suatu perjalanan pribadi menuju kematangan, melalui pengertian yang baik.
Jika kita tidak bisa melakukannya sekarang, kita bisa mencobanya terus..



                                                                                                 Danang Setyo Budi Baskoro

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Categories

Sample Text

Unordered List

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts