Kamis, 04 Juli 2013

Agar pikiran kita selalu positif




Bagaimana agar kita selalu positif thinking? apakah kita harus selalu memantau pikiran kita seharian? apakah tidak capek?
oh, iya..memang capek jika harus memprovokasi pikiran untuk selalu berpikir positif secara sadar. Akan tetapi Tuhan menciptakan perangkat lagi suatu sistem yg sangat ajaib, yaitu emosi. 

Emosi dapat bekerja 2 arah

Pertama, emosi memberi sinyal pada kita apa yg sedang kita pikirkan. Emosi negatif, berarti kita sedang berpikiran negatif. Emosi positif, berarti kita sedang memikirkan hal yang baik.
Dalam hal ini pikiran-mempengaruhi-emosi.

Dilain sisi, emosi yg kita rasa akan berpengaruh pada pikiran kita. Jika kita mencoba mengingat, maka disaat kita memiliki emosi positif akan mudah bagi kita memaafkan, memaklumi dan berbuat baik.
Dalam hal ini emosi-mempengaruhi-pikiran.

Kembali lagi ke pertanyaan. Apakah secara sadar kita harus mengontrol pikiran agar selalu positif? Mungkin jawabannya adalah "tidak selalu".

Cara yg lebih mudah adalah, buatlah diri kita bahagia dan memiliki emosi positif dengan cara apapun. Dan segera, kita akan memiliki pikiran yg positif juga.





                                                    
                                                                                                    Danang Setyo Budi Baskoro

Selasa, 23 April 2013

Tips Dahsyat Menghentikan Kebiasaan Merokok

Anda suka merokok? Apakah merokok itu kebutuhan? Apakah rokok itu nikmat rasanya? Apakah menghentikan kebiasaan merokok itu susah bagi Anda?

Memang kebanyakan orang di Indonesia telah mencandui nikotin yang ada dalam kandungan rokok ini. Pada awalnya coba-coba lalu menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadi kecanduan. Meski begitu sebagian besar pecandu rokok sebenarnya sudah paham akan bahaya rokok yang mengandung zat-zat berbahaya (ex : Nikotin, Pb, CO, Tar dll). Mereka mampu menjelaskan mengenai apa yang akan terjadi jika rokok tersebut terus dikonsumsi. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, kenapa mereka terus melakukannya walau kadang ada keinginan untuk menghentikan kebiasaan tersebut?

Okey, saya tidak akan banyak membahas mengenai kandungan yang ada didalam rokok atau apa yang bisa terjadi pada tubuh Anda jika Anda tetap merokok, karena saya yakin informasi seperti itu sebagian besar sudah Anda ketahui. Pada kesempatan kali ini saya ingin membicarakan bagaimana cara yang tepat untuk menghentikannya.

Cara yang akan saya tawarkan kepada Anda disebut NAC (Neuro Associative Conditioning), yaitu suatu teknik yang berfokus pada pengkondisian pola sel jaringan didalam otak.


Alasan yang kuat
Jika Anda seorang yang berkuasa mungkin Anda bisa memaksa orang disekitar Anda untuk menuruti apa yang Anda mau. Anda bisa saja menyuruhnya mengambil minuman atau makanan sesuka hati dengan kepatuhan orang tersebut karena kekuasaan Anda. Akan tetapi apakah kita tahu apa yang sebenarnya dirasakan orang tersebut? Yah, tidak ada seorangpun yang tahu, apakah dia memang penurut atau didalam hatinya tersimpan umpatan-umpatan yang siap keluar dari mulutnya. Hal ini sama saja dengan Anda yang memiliki suatu kebiasaan buruk lalu ingin berhenti. Apakah yang membuat Anda berhenti melakukan kebiasaan buruk itu adalah orang lain ataukah dari dalam lubuk hati Anda secara pribadi.

Seorang pria pecandu rokok tidak kunjung berhasil menghentikan kebiasaan merokoknya selama bertahun-tahun hingga pada suatu ketika ia ditegur oleh putri kecilnya yang usianya baru 7 tahun. Tiba-tiba sang anak perempuan yang mungil itu masuk kekamar ayahnya dan dengan nada yang ketus mengatakan “ heiy, ayah berhentilah merokok. Aku ingin ayah tetap sehat dan berumur panjang, karena aku ingin ayah hadir dipernikahanku nanti”. Semenjak saat itu sang ayah tidak lagi melakukan kebiasaan merokok.
Jika kesehatan Anda tidak Anda anggap penting secara pribadi, atau alasan tersebut tidak cukup kuat mendorong tindakan Anda maka Anda bisa membayangkan bahwa kesehatan itu Anda persembahkan untuk seseorang yang istimewa dalam hidup Anda. Anda bisa mempersembahkan usaha Anda untuk anak perempuan/laki-laki Anda, istri/suami Anda, atau untuk orang-orang yang Anda kasihi.

Dengan alasan yang kuat maka Anda tidak akan gamang lagi dalam melangkah untul mencoba membuat perubahan dengan motivasi yang jelas.


Rusak polanya
Disadari atau tidak sebenarnya kita hidup dalam ke-otomatis-an. Kita tidur, lalu bangun, sarapan, berangkat kerja dengan jalur yang sama, makan, hingga kita kembali tidur. Semuanya membentuk suatu rantai yang berkesinambungan yang disebut dengan kebiasaan (habit). Habit atau kebiasaan ini merupakan pola yang terbentuk karena ada proses pengkondisian yang terus-menerus, yang lalu menetap karena ada perasaan “nikmat” didalam perputaran pola tersebut. Otak kita yang pada dasarnya suka mengejar kenimatan akan terjebak oleh pola ini, karena kita merasa bahwa merokok dapat membuat tubuh rileks/ nikmat. Selama kita terjebak oleh perasaan nikmatnya merokok maka kita akan sulit melepaskan dari kebiasaan tersebut.
Caranya merusak pola yang tepat adalah pertama, pasangkan kebiasaan merokok Anda dengan sesuatu yang tidak mengenakkan, misalkan saat anda merokok (menikmati) anda membaca mengenai dampak dari rokok untuk kesehatan. Hal ini berarti Anda membuat asosiasi bahwa kenikmatan rokok itu tidak menyenangkan. Kedua, rusak pola waktu merokok. Misalnya jika saat setelah makan yang biasanya adalah waktu yang nikmat untuk merokok, nah..Anda alihkan kekegiatan lain..atau boleh pura-pura lupa kalau waktu itu seharusnya waktunya merokok. Ketiga, Anda harus secara tegas mengurangi jumlah batang rokok yang biasa Anda hisap.


Cari kenikmatan pengganti
Jika Anda sedang marah, Anda bisa menahan marah itu dengan paksa akan tetapi kemungkinan besar perasaan marah tersebut akan termanifestasi menjadi bentuk perilaku lain, seperti menyalahkan orang lain, memecah barang atau bahkan menjadi gangguan psikologis ex: psikosomatis. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kebiasaan buruk yang biasa kita lakukan dan masih dalam tahap yang akut, sehingga kita tidak bisa menghentikannya begitu saja, akan tetapi kita bisa melakukan hal yang lebih aman dengan cara mengganti kenikmatan yang lain yang bisa menguntungkan kita secara fisik khususnya. Anda bisa mencari makanan (yang sehat), buah atau apapun yang Anda sukai. Lalu saat dorongan kebiasaan itu muncul, segera ganti dengan kenikmatan pengganti yang sudah anda siapkan.


Beri hadiah
Hadiah sangat penting bukan hanya untuk meunculkan perilaku baru, akan tetapi juga untuk memeliharanya. Jika kebiasaan merokok sudah mulai dapat anda kurangi, maka berilah hadiah kepada diri anda sendiri. Hadiah bisa Anda sesuaikan dengan apa yang Anda anggap berharga, seperti jam tangan baru, makanan favorit, tempat wisata dsb.


Bangun kebiasaan tandingan
Selain mengurangi kebiasaan merokok Anda bisa membangun kebiasaan baru yang berhubungan dengan tujuan Anda untuk menghentikan kebiasaan merokok. Jika Anda ingin hidup sehat dan panjang umur, maka bangunlah kabiasaan berolahraga. Dan beri hadiah saat target-target Anda mulai nampak tercapai.

Hindari mencoba-coba
Para pelatih sirkus tahu jika anjing laut selalu diberikan ikan saat ia meloncati lingkaran yang dipegang oleh pelatih, maka sang anjing laut hanya mau meloncat jika diberi ikan. Oleh karena itu para pelatih mengacak jadwal memberi ikan pada tiap lompatan, agar perilaku anjing laut tersebut dapat melompat. Pada saat terjadi pengacakan jadwal pemberian hadiah, maka otak akan semakin terbawa dengan drama “penasaran” yang dimainkan oleh lingkungan yang memberikan hadiah tersebut. Prinsip ini juga yang telah membuat penjudi rela menghabiskan harta bendanya untuk sesuatu yang sangat tidak pasti.
Maka dari itu jika Anda sudah mulai bisa menghentikan merokok dan membangun kebiasaan yang baru, pantangan terbesar adalah “mencoba-coba” mengambil batang rokok yang ditawarkan teman Anda. Karena ini membuat otak akan merespon peristiwa ini sebagai “drama” kenikmatan yang membuat keinginan merokok menjadi permanen.
Selamat mencoba dan salam sehat jiwa dan raga..


Danang Setyo Budi Baskoro
Senin, 22 April 2013

Mengatasi Perasaan Tidak Mampu dengan “Thinking Like A Tiger”

Pernahkah anda merasa saat hendak melakukan sesuatu dan semuanya sudah siap untuk dilaksanakan, tiba-tiba terbersit pemikiran “ah..mana bisa aku lakukan..”, “ ah…itu terlalu berat..”, “ hanya orang lain yang bisa melakukannya..” dan sebagainya. Saat kita mulai menuruti apa yang dibisikkan pikiran kita, maka keraguan mulai nampak, dan jika kita terus tertarik mendengarkan bisikan itu maka kita akan benar-benar ragu bahkan tidak melakukannya sama sekali.
Banyak sekali diantara kita yang secara sadar ataupun tidak mendengarkan bisikan-bisikan itu, sehingga apa yang kita lakukan menjadi terganjal, bukan oleh orang lain akan tetapi oleh diri kita sendiri.
Dalam kasus yang lebih ekstrim, mendengarkan bisikan ketidak mampuan atau kegagalan secara berulang-ulang dapat menyebabkan masalah emosional (emotional disturbance) yang parah hingga kematian akibat bunuh diri.

Ketidakberdayaan yang dipelajari
Para behavioris melakukan suatu eksperimen dengan mengkondisikan seekor anjing agar mengalami suatu ketidakberdayaan ketika diberikan stimulus yang menyakitkan (aliran listrik). Pada situasi awal anjing dalam kondisi bebas, dan diberi kejut listrik yang menyakitkan ke tubuhnya sehingga ia berlari menghindari alat yang beralirkan listrik tersebut. Pada percobaan berikutnya masih dengan anjing yang sama, sang anjing diposisikan sedemikian rupa hingga ia tidak dapat bergerak ketika listrik dialirkan ke tubuhnya, dan hal tersebut diulang hingga beberapa kali. Ternyata setelah anjing dikembalikan pada kondisi semula dan dapat bergerak bebas, ketika peneliti memberinya aliran listrik, sang anjing mendenguh kesakitan namun tidak menghindar dari alat yang menyetrumnya.
Berdasarkan penelitian inilah para behavioris membuat kesimpulan bahwa organisme mempelajari segala sesuatu termasuk rasa tidak berdaya dalam menghadapi rasa sakit, tidak terkecuali manusia. Ketika manusia dihadapkan pada suatu kejadian yang menyakitkan (traumatis) akan tetapi disaat kejadian itu berlangsung ia tidak mampu berbuat apapun, maka sebenarnya ia mulai belajar mengenai “ketidakberdayaan” terhadap rasa sakit atau bencana. Sehingga hal tersebut akan berpotensi membuatnya “lumpuh” ketika menghadapi kesulitan yang serupa bahkan kesulitan yang sebenarnya lebih ringan yang dihadapinya dimasa depan.
Dengan ketidakberdayaan yang didapatnya tersebut, maka akan terjadi sederetan panjang pemikiran negatif, pemikiran mengalahkan diri, berburuk sangka, over generalization dan segala yang berkaitan dengan “ketidakberdayaan”.


Fenomena percintaan “lebih baik aku yang memutus dia, dari pada aku yang diputus”
Anda mungkin pernah mengamati drama percintaan yang dilakukan oleh orang-orang disekitar kita. Dalam hal ini saya melakukan riset kecil-kecilan dengan mengamati orang-orang yang baru putus cinta. Secara umum pengamatan saya menunjukkan hasil bahwa orang yang lebih cepat bangkit dari rasa depresi karena putus hubungan dengan kekasihnya adalah orang yang mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungannya tersebut. Lalu yang sangat sulit bangkit dari keterpurukan adalah orang yang tidak terima saat diputus, merasa dianiyaya, merasa ditipu, tidak diperlakukan dengan adil ataupun hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan diri sebagai korban (ketidakberdayaan). Sehingga mungkin saja keterpurukan yang dialami oleh seseorang yang patah hati adalah karena merasa dirinya sebagai orang yang kalah dalam duel pertengkaran tersebut. Ataupun orang yang cepat bangkit karena ia telah memenangkan pertempuran dimedan laga. Namun begitu, tidak semua orang yang merasa dianiyaya (dalam kasus ini) selalu lama mengalami keterpurukan, saat ia mulai sadar bahwa ia tidak boleh merasa kalah dan harus segera bangkit dari rasa duka yang dialaminya.

Kata-kata adalah pengantar menuju kedalam emosi tertentu
Tidak naïf jika kita tahu alasan mengapa ada yang disebut “kata-kata mutiara”, “kata-kata bijak”, “petuah” atau kata-kata yang membawa kita kepada penguatan pikiran dan hati.
Sebenarnya bukanlah mitos jika sebuah kata-kata akan berdampak pada emosi anda bahkan perilaku anda. Ingat-ingat ketika anda membaca sebuah buku cerita misteri atau percintaan. Atau karangan terkenal J.K Rowling yaitu Harry Potter, yang membuat anda berada dalam dunia si pengarang. Hanya dengan membaca buku Harry Potter, anda seolah-olah dapat melihat pemandangan yang ada dalam buku tersebut, warna dan bentuk benda-benda bahkan seolah-olah anda mengetahui aroma dan nuansa yang dituangkan dalam cerita tersebut. Sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang palsu anda alami, sebenarnya anda benar-benar mengalaminya.
Manusia telah lama mengasosiasikan kata-kata dengan sesuatu didalam otak yang kita namakan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kinestetik. Prinsip kerjanya sama dengan aroma parfum seseorang yang tidak kita kenal dengan aroma parfum yang beraroma sama orang yang biasa kita temui. Prinsip ini pula yang dipakai oleh para hipnoterapis dalam melakukan proses induksi terhadap kliennya. Dengan memberi suatu kata-kata yang jelas dengan perintah atau deskripsi tertentu, maka sang klien dapat merasakan sensasi indrawi karena stimulus yang diberikan oleh hipnoterapis (sugesti).

Thinking Like A Tiger
Setelah mengetahui makna dari suatu kata-kata atau pernyataan dalam diri, maka sebenarnya kita lebih mempunyai kesadaran akan kendali diri terhadap emosi yang kita rasakan.
Bayangkan jika anda adalah seekor harimau yang tidak pernah menjadi korban. Harimau tidak pernah menjadi rantai terbawah dalam ekosistem. Meskipun terkadang harimau menjadi objek sasaran dari perburuan manusia, ia tetaplah sang raja hutan yang tidak pernah menjadi mangsa hewan lain.
Jika kita sadar bahwa ketidakmampuan kita adalah karena pembelajaran disituasi yang salah dengan pemaknaan yang salah dikala itu, kita sebenarnya telah memasuki suatu tahap pengendalian diri dengan berpikir menjadi pelaku, bukan korban. Sadari kata-kata yang anda ucapkan kepada diri anda sendiri dan mulailah menjadi “Sang Raja Hutan Rimba Pikiran dan Kehidupan Anda”


                                                                                                   Danang Setyo Budi Baskoro

Memaafkan atau hanya melupakan?


Alangkah indahnya jika kita bisa memaafkan semudah kita mengatakan kata “saya maafkan Anda”.

Kata maaf mungkin dapat kita ucapkan dengan tidak terlalu sulit untuk seseorang yang telah menyakiti kita, menghianati atau bahkan mencabik-cabik kepercayaan kita terhadapnya.

Kata maaf bisa saja kita ucapkan atas dasar desakan dari pihak lain, seperti ketika kita dipaksa untuk memaafkan, atau bahkan dipaksa untuk meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya kita merasa itu merupakan kesalahan orang lain.
Kita bisa saja mengucapkan kata maaf, tapi apakah hati kita benar-benar memaafkan?! Atau perasaan kita bisa tiba-tiba baik?!

Saya teringat kata-kata yang pernah saya dengar dari seseorang yaitu :

“Lupakan yang tak bisa kamu maafkan, dan maafkan yang tidak bisa kamu lupakan.”


Saya sempat terpaku oleh rangkaian kalimat itu, dan mencoba memahami artinya. Lalu intepretasi saya mulai menyentuh pengertian yang kira-kira ada dua sintesa seperti ini :

1.      Ketika kita tidak bisa memaafkan kesalahan yang pernah dilakukan seseorang terhadap kita dimasa lalu, maka ada baiknya kita lupakan saja semuanya agar tidak terkenang rasa sakitnya yang kadang akan hinggap lagi ketika kita mengingat kejadian yang telah terjadi.

2.      Jika kita tidak bisa melupakan sesuatu yang menyakitkan tersebut maka kita harus memaafkannya, karena hal ini mungkin saja menurut penulis dapat meredakan rasa sakit yang kembali hinggap ketika kejadian yang menyesakkan dada itu terkenang kembali.

Jadi saya semakin mengerti bila memahami satu persatu kalimat, dan lalu semakin bingung jika memahami rangkaian dua kalimat itu ketika digabung. Mana yang harus berdiri awal kalimat, melupakan dulu atau memaafkan dulu?!
Dan saya kembali teringat tentang salah satu kata bijak bahwa :

“Memaafkan itu bukanlah sifat tapi adalah suatu hasil dari suatu proses”.

Ketika seseorang memaafkan suatu kejadian menyakitkan yang pernah dialaminya, hal tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba dan begitu saja, akan tetapi melalui proses yang bisa jadi memerlukan suatu pemahaman tertentu.
Proses memaafkan diantaranya adalah, mengerti akibat dari apa yang dilakukannya, mengerti bahwa sikap marahnya tidak ada gunanya dan hanya akan mengurangi kedamaian hatinya saja. Atau ketika kita mengerti bahwa orang yang pernah berbuat salah kepada kita sebenarnya telah tumbuh menjadi pribadi baru yang lebih baik dari masa lalunya, sehingga ketika kita marah dan masih enggan memaafkannya sebenarnya kita melakukan sikap yang salah yang telah kadaluarsa.

Kembali kepermasalahan dua kalimat diatas tadi, pertama yaitu “lupakan yang tidak bisa kamu maafkan”, menurut saya melupakan yang tidak bisa dimaafkan hanya akan menimbulkan suatu penyakit saja, karena itu sama saja memendam bara api dalam sekam, menekan kejengkelan, kesedihan, kesuraman dibawah kesadaran dan menggantinya dengan perasaan yang lebih baik. Banyak contoh penyakit atau gangguan yang terjadi akibat dari pendaman-pendaman perasaan negatif ini, sebut saja depresi atau kemurungan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, ketidakstabilan suasana hati/manic-depressive, dan bahkan penyakit fisik yang hal tersebut berasal dari gangguan psikologis.
Kedua, adalah “ Maafkan yang tidak bisa kamu lupakan”, saya cukup setuju dengan pernyataan ini karena memang dalam keadaan normal kita tidak akan bisa melupakan suatu kejadian yang pernah kita alami dengan total seratus persen. Akan saja ada sisa-sisa kenangan/ memory yang muncul diam-diam atau terkadang membanjiri ingatan kita. Dan bahwa kejadian yang telah kita alami dahulu masih akan tetap tersimpan didalam otak kecil, yang letaknya ada dibelakang bagian kepala kita.

Mungkin saat ini memang ada saja yang belum kita maafkan dari suatu kejadian yang melibatkan seseorang dalam hidup kita, tapi saya rasa itu adalah sebuah perjalanan proses menuju pengertian yang lebih baik, kerana memaafkan bukan berarti “melupakan” atau mengucapkan “iya, saya maafkan” akan tetapi lebih kepada pengertian adanya akibat, resiko dan dampak dari sikap tidak memaafkan kita termasuk juga takut membuat Tuhan marah.

Jadi...memaafkan itu logis sekali...

Dan memang memaafkan itu adalah suatu perjalanan pribadi menuju kematangan, melalui pengertian yang baik.
Jika kita tidak bisa melakukannya sekarang, kita bisa mencobanya terus..



                                                                                                 Danang Setyo Budi Baskoro

Mens sana in corporisano. Benarkah adanya?


           Sering kita mendengar istilah latin yang cukup terkenal “mens sana in corporisano”, yang artinya "healthy mind in healthy body"/ “didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Istilah ini sering kita dengar di acara motivasi, acara kesehatan ataupun saat para guru yang menasehati murid-muridnya agar lebih rajin olahraga dan menjaga kesehatannya. Akan tetapi sering timbul pertanyaan, apakah benar istilah itu? Apakah ada korelasi antara fisik dan kejiwaan? Ataukah istilah itu hanya slogan yang dibuat untuk memotivasi orang-orang agar berperilaku lebih sehat?
           Saya telah membaca beberapa tulisan di blog pribadi ataupun opini lepas yang menyatakan bahwa kesehatan fisik itu tidak ada hubungan sama sekali dengan kesehatan jiwa.Bahwa para atlit yang mempunyai fisik kuat dan prima saja masih sering berkelahi dan tempramen yang buruk. Bahwa para pebisnis yang mempunyai waktu yang tidak memungkinkan untuk berolahraga dan lebih memperbanyak meditasi mempunyai jiwa lebih sehat dan tenang dalam mengambil keputusan bisnisnya. Atau juga para pemuka agama dan spiritualis, meskipun dapat dikatakan jarang berolahraga akan tetapi jiwa mereka bersih dan kuat.
           Logika yang demikian ini memang benar adanya, bahwa tidak serta merta seseorang yang mempunyai badan sehat selalu mempunyai jiwa yang kuat. Namun demikian nampaknya kita perlu menelaah mengenai arti ”mens sana in corporisano” secara lebih dalam.
           Saya memiliki beberapa opini yang menunjukkan bahwa memang ada hubungan antara kesehatan fisik dan kesehatan jiwa. Namun demikian yang maksud hubungan tidak selalu bermakna “sebab-akibat”, meskipun pada beberapa dan banyak kasus menunjukkan bahwa ada hubungan “sebab-akibat” yang kuat antara kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.


Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa

          Mudah saja kita mengambil contoh, bahwa kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Jika kita pernah merasakan sakit gigi apa yang terjadi dengan perilaku kita? Apakah ada yang berubah? Ya benar..! perilaku kita akan sedikit berubah ketika tubuh kita mengalami sakit atau nyeri. Mungkin ada yang berperilaku diam saja dikamar, mungkin ada yang berperilaku tidak banyak bicara atau bahkan ada yang berperilaku marah-marah dan mengeluh.
Contoh sederhana ini dapat kita ambil untuk menggambarkan bahwa kesehatan fisik itu ternyata mampu mempengaruhi kondisi psikologis kita. Suasana hati kita dapat terganggu, lalu selanjutnya akan berpengaruh kepada perilaku kita.
 Contoh lain yang lebih kompleks adalah pada penderita kerusakan mental organik (epilepsi), trauma otak (gegar otak), dan orang yang pecandu narkoba. Pada contoh kasus tersebut memang pada awalnya mereka mempunyai jiwa yang sehat, akan tetapi setelah itu terjadi kerusakan terhadap otak mereka sehingga merubah pula kesadaran, pola pikir dan perilaku mereka. Dalam hal ini dapat memperkuat asumsi bahwa kesehatan fisik dapat mempengaruhi kesehatan jiwa.


Kesehatan jiwa dapat mempengaruhi kesehatan fisik

           Untuk memberi contoh kasus pendapat ini saya menjadi teringat pada masa sekolah SMA dulu. Pada waktu itu ayah saya yang selalu mengambil raport per semester di sekolah saya yang merupakan sekolah favorit di kota. Karena saya adalah orang desa dan sangat sulit untuk masuk ke sekolah itu, maka sayapun punya banyak harapan kepada nilai raport saya, agar bisa membuat bangga ayah saya. Akan tetapi, setelah ayah keluar dari balik pintu kelas dan menunjukkan nilai rapport saya yang “me-merah” saya langsung lemas dan shock sekali. Lambung saya seakan diremas-remas, nafas saya pendek-pendek, dan muka saya memerah. Meskipun ayah saya hanya tersenyum dan mengatakan “tidak apa-apa nak”, akan tetapi selama beberapa hari pikiran itu berkecamuk didalam kepala saya. Saya merasa mual selama tiga hari dan lambung saya perih tak karuan. Setelah saya diperiksakan ke dokter, ternyata saya mengalami magh akut.
Contoh lain yang lebih ekstrim cukup banyak yang dapat kita ambil. Seperti pada beberapa gangguan yang telah didaftar kedalam DSM-IV (Diagnostic and statistical of mental disorder) yang memuat beberapa gangguan fisik dengan penyebab dari gangguan psikologis, yaitu gangguan nyeri, gangguan konversi, hipokondria dsb.


Didalam tubuh yang sehat ada jiwa yang kuat

          Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa memang kesehatan fisik dan jiwa saling mempengaruhi satu sama lainnya. Fisik yang kurang sehat dapat mempengaruhi kondisi emosional dan perilaku (kejiwaan) sehingga menjadi menurun atau tidak adaptif. Sebaliknya, kondisi emosional yang menurun atau tertekan dapat mempengaruhi kondisi fisik baik secara akut (dalam bentuk psikosomatis), dalam bentuk kronis (pada beberapa jenis gangguan somatoform) ataupun mewujud dalam bentuk memperparah kondisi fisik atau organ yang lemah (jantung, darah tinggi dll).
          Juga disebutkan pada beberapa jurnal psikologi dan kesehatan, bahwa emosi negative ( seperti marah, benci, sedih, dan kecewa) dapat mempengaruhi imunitas tubuh yang selanjutnya dapat mempermudah penyakit menjangkit kedalam tubuh. Dan juga sebaliknya bahwa emosi positif (optimis, suka cita, bahagia, humor) dapat meningkatkan imunitas tubuh secara signifikan.
          Oleh karena itu jika ada pertanyaan ada pertanyaan apakah “didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, dapat kita jawab dengan jawaban “benar”. Karena orang yang memiliki jiwa yang kuat dapat menciptakan tubuh yang sehat, dan orang yang mempunyai tubuh yang sehat dapat memelihara jiwanya yang kuat.
Selamat menjaga kesehatan dan memperkuat jiwa..!!


                                                                                                    Danang Setyo Budi Baskoro

Sifat Pencemas Bukanlah Suratan Takdir

Dini (23) menutup pintu kamarnya dengan keras, lalu menguncinya dari dalam. Wajahnya musam, matanya memerah dan lalu berbaring dikamarnya. Seharian ia hanya berbaring dikamarnya dengan sesekali memutar mp3 lagu-lagu melankolis. Masih terbayang dalam benaknya salah satu wajah teman kosnya yang beberapa saat sebelumnya memalingkan muka lalu meninggalkannya sendiri di dapur. Sesaat setelah temannya meninggalkannya menuju lantai atas untuk pesta berbeque dengan lima orang teman yang lainnya, Dini memikirkan bahwa teman-temannya akan membicarakan keburukannya karena menolak ajakan untuk ikut bergabung pesta barbeque bersama. Dini marah, masuk kekamarnya dan mengurung diri hingga seharian. Pikirannya berkecamuk, perasaannya tak karuwan dengan masih memikirkan mengenai kemungkinan tema pembicaraan ke enam orang temannya diatas sana disertai tawa keras. Dini masih merasa bahwa teman-temannya akan membicarakan dirinya, bahwa ia adalah orang yang penyendiri, tidak menyenangkan, membosankan, dan lain sebagainya.”


             Rasa cemas adalah perasaan yang wajar dimiliki oleh siapapun ketika menghadapi situasi yang kurang mengenakkan apalagi mengancam. Rasa cemas secara alamiah dimiliki manusia bahkan hewan untuk mempertahankan keberadaannya di dunia yang kadang tak ramah. Otak manusia dirancang untuk memberikan sinyal bahaya ketika ada stimulus yang terdeteksi sebagai bahaya, sehingga selanjutnya akan dibuat suatu keputusan tindakan apa yang harus diambil. Namun demikian biasanya tindakan ini bersifat reflek dan dalam bentuk pertahanan diri, yaitu dengan cara melawan atau melarikan diri. Sistem pertahanan yang dinamakan “fight” or “flight” (bertarung atau lari) ini memungkinkan manusia bertahan hidup dalam situasi-situasi yang penuh dengan ancaman dan bahaya yang tidak terduga.
             Menjadi masalah ketika system yang dikendalikan oleh amigdala ini tidak mampu membedakan stimulus yang benar-benar mengancam atau yang tidak. Pada orang-orang yang mengalami disfungsi respon emosi, amigdala tetap merespon stimulus yang harusnya bersifat netral dengan alarm bahaya yang sama dengan stimulus yang mengancam. Akibatnya perilaku yang ia munculkan tidak adaptif bahkan mengganggu kehidupannya dan kehidupan orang lain.
Seperti pada contoh kasus diatas, bahwa dini merespon sikap salah seorang temannya sebagai suatu penolakan yang mengancam harga dirinya. Ia melanjutkan pemikirannya tersebut dengan reaksi masuk kedalam kamar, membanting pintunya dengan keras, lalu hanya berbaring seharian di kamarnya. Respon yang tidak sesuai seperti inilah yang menjadi penyebab sebagian besar gangguan jiwa.
            Pengalaman masa kecil yang penuh derita, pengalaman traumatis, budaya dan pola asuh keluarga dengan kebiasaan pola piker tertentu merupakan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan pola sikap dan pikir seperti ini.


APA YANG TERJADI?

            Meskipun pola respon ini dikendalikan secara otomatis oleh amigdala, akan tetapi sebenarnya sangat mungkin untuk diperbaiki menjadi lebih baik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dengan pembelajaran ulang respon emosi, amigdala mampu diperbaiki dalam merespon stimulus netral yang tadinya salah diintepretasikan sebagai stimulus yang mengancam. Cara yang dilakukan adalah dengan menghadapi stimulus dengan cara menenangkan diri dan mengkoreksi secara sadar mengenai apa yang dianggap suatu bahaya tersebut.
            Beberapa teknik yang dilakukan dalam praktik psikologi misalnya dengan menggunakan teknik flooding, disentisisasi, konseling behavioral dan kognitif, dll, menggunakan suatu pandangan bahwa ketakutan yang irasional dapat diredam dengan pembuktian secara sadar dan koreksi secara langsung oleh subjek yang menderita.
            Intepretasi yang salah mengenai suatu kejadian biasanya akan di tekan kedalam alam bawah sadar, dapat berubah bentuk menjadi sikap diam saja, menyalahkan orang lain, berfantasi untuk memuaskan keinginan, ataupun agresi yang dilakukan kepada objek yang tidak relevan. Intepretasi yang salah ini akhirnya tidak dapat dikoreksi terlebih dahulu oleh lobus pre frontal , terjadi disosiasi sebelum akhirnya disimpan dalam alam bawah sadar.
            Sehingga biasanya dalam proses psikoterapi dan konseling, psikoterapis mengajak klien untuk menceritakan kembali mengenai detil apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan atau kejadian traumatis menyakitkan yang belum sempat dikoreksi secara tuntas oleh otak sadar. Melalui menceritakan mengenai detil cerita menyakitkan yang selama ini dipendam atau dikaburkan ini dengan didampingi orang yang dapat dipercaya (terapis), maka pengalaman yang selama ini ditekan tersebut sedikit demi sedikit dapat dikoreksi dengan keadaan yang lebih nyaman dan tenang. Biasanya dalam sesi awal klien dilatih menenangkan diri dengan teknik relaksasi.
Setelah pengalaman traumatis atau intepretasi yang salah tersebut dapat dikoreksi, maka sampailah pada penerimaan diri seutuhnya dan kemudian memperkuat aspek-aspek kehidupan.


TIPS MENGURANGI KECEMASAN DAN INTEPRETASI YANG SALAH

1. Curhat
Ceritakan masalah yang anda alami kepada orang yang anda percaya, dan anda rasa dapat membuat anda nyaman.
2. Terima kenyataan
Jangan menyangkal mengenai kenyataan yang telah terjadi dimasa lalu dan saat ini, terima ikhlas.
3. Tunda berburuk sangka
Biasakan untuk menunda pemikiran negative ketika anda merasa marah, sedih, kecewa ataupun perasaan negative lainnya. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, selalu berpikirlah bahwa semua dapat diperbaiki, dan sebisa mungkin cari sela untuk menguatkan perasaan anda dengan pemikiran logis.
4. Hadapi stimulus yang menakutkan
Hadapilah apa yang anda takuti selama ini. Bukannya untuk hebat-hebatan atau sok keren, akan tetapi dengan menghadapi apa yang selama ini anda takutkan akan memberik kesempatan ulang bagi otak anda untuk mengkoreksi kesalahan intepretasi yang mungkina dilakukan selama ini.



                                                                              Danang Setyo Budi Baskoro

Text Widget

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Categories

Sample Text

Unordered List

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Popular Posts